Be Yourself!*
Bahar D. Dirgantara
“Be yourself, gitu, loh!” Kamu tentu pernah mendengar ucapan tadi. Lalu apa yang terlintas di benak kita saat mendengarnya? Baca ulasan berikut.
Menjadi “manusia lepas”. Maksud dari “lepas” di sini adalah berpikir dan bergerak secara natural, tidak dibuat-buat, apa adanya. Intinya, menjadi diri sendiri. Ada ungkapan, “Kalau bukan kita sendiri yang menghargai diri kita, siapa lagi?” Maka menjadi diri sendiri merupakan hal yang patut kita pertahankan. Dengan menjadi diri sendiri, kita memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Kita seharusnya bangga dengan diri kita!
Jika kita meniru gaya orang lain, justru malah menjadikan diri kita tidak natural lagi. Karena yang ada pada diri kita sudah bukan kita lagi, melainkan orang lain. Diri kita menjadi hantu bagi diri kita sendiri, sebab jati diri kita sudah entah ke mana.
Salah satu yang membuat manusia merubah jati dirinya ialah ketika ia banyak “menelan” informasi dari berbagai sumber tanpa melalui filter, sehingga apa yang didapat langsung ditiru. Salah satu informasi yang cukup cepat dan mudah terserap adalah televisi. Dengan mengadopsi budaya yang ditayangkan ”kotak ajaib” ini, seseorang dapat melakukan bahkan meniru apa yang tersiar.
Budaya-budaya ini ada yang sifatnya membangun, ada pula yang merusak. Sifat membangun harusnya kita beri ruang dalam kehidupan sehari-hari. Seperti tayangan orang yang survive dalam hidupnya, walaupun ia seorang tukang sapu jalanan namun tetap melakukan kebaikan. Tayangan pribadi yang sukses juga perlu dijadikan acuan. Alhasil, dengan begitu kita menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang positif.
Beda dengan orang yang menempatkan dirinya dengan budaya-budaya negatif, seperti: kumpul kebo, memakai narkoba, kluyuran tidak tentu arah, dan banyak lagi. Tentunya ini akan membuat perkembangan dalam pribadinya menjadi labil. Sehingga banyak kejadian, seperti: perkosaan, segala jenis pencurian (merampok, mencopet, menjambret) dan semua perbuatan kriminal terjadi.
Secara agama dan norma, hal-hal di atas sangat tidak patut. Walau begitu ada kesempatan untuk menjadi manusia positif bagi mereka dengan mengembangkan potensi-potensi positif yang dimiliki demi masa depan. Dengan terus berkembang, banyak hal positif dapat diambil. Bahkan, ketika keluar rumah untuk menuju tempat tujuan kita (misal: kampus), di situ banyak hal yang dapat kita petik hikmahnya. Saat diperjalanan bertemu dengan seorang hustler (pengasong), kita berpikir bagaimana orang itu dapat survive dalam”kejamnya ibukota” tanpa harus melakukan tindak kriminal.
Jadilah diri sendiri! Ciptakan nuansa positif dalam kehidupan kita. Ingat, setiap hari adalah hari yang baru, hari yang harus diisi dengan hal bermanfaat. Teruslah bergairah, motivasi terus diri kita, jangan lewatkan peluang yang ada di depan mata, sekecil apapun.
So, kamu siap menjadi diri sendiri? Karena menjadi diri sendiri butuh sikap konsisten. Kapan lagi kalau tidak sekarang!
* Disarikan dari berbagai sumber.
© Mei 2005
“Be yourself, gitu, loh!” Kamu tentu pernah mendengar ucapan tadi. Lalu apa yang terlintas di benak kita saat mendengarnya? Baca ulasan berikut.
Menjadi “manusia lepas”. Maksud dari “lepas” di sini adalah berpikir dan bergerak secara natural, tidak dibuat-buat, apa adanya. Intinya, menjadi diri sendiri. Ada ungkapan, “Kalau bukan kita sendiri yang menghargai diri kita, siapa lagi?” Maka menjadi diri sendiri merupakan hal yang patut kita pertahankan. Dengan menjadi diri sendiri, kita memiliki kekhasan yang tidak dimiliki oleh orang lain. Kita seharusnya bangga dengan diri kita!
Jika kita meniru gaya orang lain, justru malah menjadikan diri kita tidak natural lagi. Karena yang ada pada diri kita sudah bukan kita lagi, melainkan orang lain. Diri kita menjadi hantu bagi diri kita sendiri, sebab jati diri kita sudah entah ke mana.
Salah satu yang membuat manusia merubah jati dirinya ialah ketika ia banyak “menelan” informasi dari berbagai sumber tanpa melalui filter, sehingga apa yang didapat langsung ditiru. Salah satu informasi yang cukup cepat dan mudah terserap adalah televisi. Dengan mengadopsi budaya yang ditayangkan ”kotak ajaib” ini, seseorang dapat melakukan bahkan meniru apa yang tersiar.
Budaya-budaya ini ada yang sifatnya membangun, ada pula yang merusak. Sifat membangun harusnya kita beri ruang dalam kehidupan sehari-hari. Seperti tayangan orang yang survive dalam hidupnya, walaupun ia seorang tukang sapu jalanan namun tetap melakukan kebaikan. Tayangan pribadi yang sukses juga perlu dijadikan acuan. Alhasil, dengan begitu kita menjadi manusia yang memiliki kepribadian yang positif.
Beda dengan orang yang menempatkan dirinya dengan budaya-budaya negatif, seperti: kumpul kebo, memakai narkoba, kluyuran tidak tentu arah, dan banyak lagi. Tentunya ini akan membuat perkembangan dalam pribadinya menjadi labil. Sehingga banyak kejadian, seperti: perkosaan, segala jenis pencurian (merampok, mencopet, menjambret) dan semua perbuatan kriminal terjadi.
Secara agama dan norma, hal-hal di atas sangat tidak patut. Walau begitu ada kesempatan untuk menjadi manusia positif bagi mereka dengan mengembangkan potensi-potensi positif yang dimiliki demi masa depan. Dengan terus berkembang, banyak hal positif dapat diambil. Bahkan, ketika keluar rumah untuk menuju tempat tujuan kita (misal: kampus), di situ banyak hal yang dapat kita petik hikmahnya. Saat diperjalanan bertemu dengan seorang hustler (pengasong), kita berpikir bagaimana orang itu dapat survive dalam”kejamnya ibukota” tanpa harus melakukan tindak kriminal.
Jadilah diri sendiri! Ciptakan nuansa positif dalam kehidupan kita. Ingat, setiap hari adalah hari yang baru, hari yang harus diisi dengan hal bermanfaat. Teruslah bergairah, motivasi terus diri kita, jangan lewatkan peluang yang ada di depan mata, sekecil apapun.
So, kamu siap menjadi diri sendiri? Karena menjadi diri sendiri butuh sikap konsisten. Kapan lagi kalau tidak sekarang!
* Disarikan dari berbagai sumber.
© Mei 2005
Komentar