KAMPANYE DONASI

Kampanye donasi berupa buku dan majalah dari khalayak yang dapat diakses secara gratis di perpustakaan kami di Depok.

Kampanye ini dilangsungkan sejak 2010.

Bagi sobat/rekan yang berminat kami mengundang kalian semua untuk mendonasikan buku-bukunya.

Buku dapat dikirim lewat pos ke:
CAKRAWALA PUSTAKA-WAWAS Pustaka (CP-WP)
Cimanggis Indah Jalan Mutiara
Blok N/No. 5 Depok 16475
Direct Info: @kreatifindonesiaraya (DM Instagram)

Atau cek alamat drop dan pengambilan donasi terkumpul melalui Google Maps:
Bahar Fotografi

Untuk informasi selanjutnya dapat mengontak kami.

Sebagian buku-buku yang didonasikan juga bakal diperuntukkan bagi perpustakaan-perpustakaan yang membutuhkan, organisasi nirlaba dan individu yang untuk kepentingan riset kemanusiaan.

Terima kasih atas perhatian dan kerja samanya.


Admin,
Bahar D. Dirgantara
cakrawalapustaka@yahoo.co.id


=======


List KAMPANYE DONASI BUKU & MAJALAH (update, 31 Agustus 2011)*:
1. Firmanto Hanggoro, Perpustakaan Kartun, Bekasi (Mei 2010, 117 buku)
2. Jelita, Bandung (Juni 2010, 50 buku)
3. Windy Angela, Yogyakarta (8/6/2010, 7 buku)
4. Bhakti Hariani, Depok (12/6/2010, 13 buku & 3 majalah)
5. Novita (Olieph) dkk, Jakarta (6/7/2010, 13 buku & 23 majalah)
6. Brada Harmawansyah, Depok (9/7/2010, 47 buku)
7. NN, Depok (Juli 2010, 30 buku)


List KAMPANYE DONASI BUKU & MAJALAH II (Dibuka, 1 November 2020)*:
1. Farid Al Hakim, Jakarta (9/12/2020, 11 buku & 4 majalah)
2. M. Reiza-Komunitas Belajar Cibubur (24/1/2021, 183 buku & 15 majalah)
3. Elia Restu dkk, Jakarta (15/4/2021, 50 buku & 6 majalah)
4. Putri Tami, Bogor (23/5/2021, 120 buku & 7 audiobook)
5. Yulia Eka Putri, Jakarta (6/6/2021, 2 buku)
6. Penerbit Buku Kompas (2/2/2023, 9 buku)***
7.

Sasaran dan distribusi donasi tahap kedua ini ke**:
1. Rumah Baca Soeradji (RBS), Pengasinan, Depok (7/4/2021: 82 Buku & 7 Majalah)
2. Ponpes Islam Kaffah, Jasinga, Bogor (14/8/2021: 28 Buku & 3 Majalah)
3. Bookhive Taman Spathodea, Jagakarsa, Jakarta Selatan (12/11/2022: 11 Buku)
4. Bookhive Mataram City Park, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (12/11/2022: 13 Buku)
5. Bookhive Kota Tua, Taman Sari, Jakarta Barat (27/11/2022: 18 Buku)
6. Bookhive Taman Menteng, Jakarta Pusat (11/12/2022: 10 Buku)
7. Bookhive Taman Situ Lembang, Menteng, Jakarta Pusat (11/12/2022: 10 Buku)
8. Bookhive Taman Literasi, Blok M, Jakarta Selatan (17/12/2022: 14 Buku)
9.

*) Data buku yang disumbangkan merupakan jumlah kotor (termasuk buku yang rusak dan hilang halamannya).

**) Relawan/Anggota/Masyarakat Umum dapat memberikan rekomendasi sasaran taman bacaaan/perpus independen yang eksis serta dapat diakses anak-anak dan umum.

***) Bagi yang berminat mendapatkan buku donasi ini, silakan tengok informasinya ke link berikut: https://www.instagram.com/p/CoOfvOoSJXm/

=======


Kumpul Buku, Sebar Buku, perbanyak Sobat Buku

Terima kasih untuk para Sobat Buku yang telah berpartisipasi dan menerima Sebar Buku pada pekan lalu. Semoga bermanfaat.

26102023
1. Siska, Bintaro****
2. Respati, Jakarta
3. Ditya, Yogya

27102023
4. Juito, Flores****
5. Susnia, Depok
6. Andre, Jakarta

Info perihal aktifitas kami, silakan mampir ke:
www.cakrawalapustaka.blogspot.com
www.instagram.com/kreatifindonesiaraya

Sampai jumpa di Sebar Buku selanjutnya!

Salam,
Bahar/CP-WP

****) Dua Perespons Pertama mendapatkan 2 buku tambahan. (Kejutan dari kami)

***) Buku-buku kami peroleh/terima dari tim Serbu Gerai Kompas 2022 (Penerbit Buku Kompas).
www.instagram.com/p/CoOfvOoSJXm/?igshid=MzRlODBiNWFlZA==

Demonstrasi dan Segala Tingkah; Tingkah Intelektual yang Menjemukan

Irga Klan*


Apapun alasannya saya tetap menolak demonstrasi! Menurut saya demonstrasi adalah tindakan yang tidak cerdas. Menunjukkan manusia sudah tak bisa lagi diajak berkomunikasi; terlebih antara kaum elit dan rakyat, konteks yang sedang kita bicarakan. Rakyat di sini diwakili oleh berbagai macam kepentingan dari organisasi sampai lembaga yang saya melihat hanya mengambil keuntungan atas nama rakyat; melalui demonstrasi. Bah!

Pada 24 Juni 2008, kita melihat lagi sebuah aksi demonstrasi di depan Gedung MPR/DPR RI oleh mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya. Demonstrasi demi kepentingan rakyat?! Menolak kenaikan harga BBM, tapi para demonstran justru merugikan rakyat: dari merusak fasilitas mobil dinas Polda yang didapat dari uang rakyat, pagar pembatas jalan tol dirusak dan mereka masuk tol serta meminta para pengguna jalan tol untuk berbalik arah hingga perbuatan bodoh—kita sebut saja begitu—lainnya. Gila!

Aksi intelektual sama saja seperti premanisme, begitu kira-kira ungkapan Rahma Sarita seorang anchor woman dari TV One di news Kabar Sore yang siar pada petang di tanggal yang sama dengan kejadian demonstrasi.

Saya selalu melihat aksi demonstrasi dengan miris. Tak layak, seorang atau sekelompok manusia melakukan hal yang membuat rugi orang lain. Lihat saja, bila demonstrasi terjadi: jalanan macet (ini pasti, tak terbantahkan), roda perekonomian seakan ikut macet bahkan pasti akses darat terhambat; apapun yang menggunakan jalan dan melintas jalan tersebut dibuat frustasi. Demonstrasi, selama ini selalu menyusahkan orang-orang sekitar. Demonstrasi sebagian besar berakhir rusuh.

Aksi demonstrasi (juga) tak ubahnya aksi tawuran yang merusak dan mengacaukan segala yang ada dalam sistem negara yang sudah carut-marut ini. “Bubarkan saja negara ini!” ungkap seorang teman saya suatu kali.

Bahkan ada yang mengatakan bahwa dengan sendirinya negara Republik Indonesia ini bakal bubar, apalagi hutang yang tak terbayar dan hanya membayar bunga hutang setiap APBN-Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang berjalan. Ironis! Lantas para 3 (tiga) pilar: legislatif, eksekutif dan yudikatif; itu apa kerjanya? Dibiayai rakyat malah menyengsarakan rakyat.

Mereka sendiri yang menyumbat akses komunikasi dengan rakyat!

Demonstrasi adalah bagian demokrasi, begitu kata-kata orang. Demokrasi harusnya membuat orang aman dan nyaman. Eh, kok, malah membuat orang lain dirugikan. Demonstrasi masakan saja tidak pernah merugikan orang lain, malah membuat orang yang ikut dalam demo masak itu menjadi kagum dengan aksi pendemo. Atau para demonstran itu diperintahkan saja untuk belajar dan/atau kursus singkat kepada para pendemo masakan. Hahaha!

Jika aksi demonstrasi tidak dihapuskan, menurut saya manusia tak pernah mau belajar. Bahwa apa yang terjadi seharusnya kita mendapat hikmah dan pembelajaran: yang buruk jangan diulang dan yang maju malah ditinggalkan. Dan ini bergantung dari paradigma kritis dari kita sebagai makhluk sosial yang memiliki tujuan hidup yang lebih baik di masa depan daripada kehidupan sebelumnya.

Konyol-konyolan apa yang membuat para intelektual ini selalu berlaku seenaknya: kali ini di parlemen. Tidak mahasiswa, ya, para elit politik yang selalu mengeruk uang rakyat demi balik modal yang dikeluarkan kala kampanye dahulu, giliran buat onar.

Pernah seorang aktivis partai, Wanda Hamidah dari Partai Amanat Nasional (PAN) yang siap dicalonkan ataupun mencalonkan diri sebagai walikota/wakil walikota Tangerang dalam sebuah seminar di kampus InterStudi 24 Mei 2008, mengatakan, “Ketika pendaftaran ada itu Anda harus menyiapkan uang Rp 15 juta.” Sinting! Partai politik hanya ajang mengeruk dana dari anggotanya dan anggotanya setelah duduk sebagai elit melakukan hal serupa, dana rakyat disedot habis-habisan dengan dalih bermacam banyaknya; tugas lapangan, studi banding, apa lagi?! Terkadang saya melihat skeptis apa yang keluar dari (mulut) seorang aktivis partai. Karena apa yang selalu dikatakannya belum pernah ada yang memberikan manfaat secara menyeluruh. Malah apa yang keluar dari mulut mereka tak ubahnya mimpi-mimpi siang bolong, .

Masih menurut Wanda Hamidah, “Berarti penjaringan (untuk calon walikota/wakil walikota) ini dibuat hanya untuk orang-orang kaya, dong. Kalau daftar saja 15 juta, berarti bisa jadi pemimpin ini sudah suatu, apa ya, nggak bener. Dan saat itu saya menolak untuk mendaftarkan diri.” Ini terjadi di partainya sendiri, tempat ia berafiliasi sekarang. “Rp15 juta itu buat saya bukan sesuatu yang kecil. Apalagi untuk ukuran pendaftaran.”

“Itu tidak membuka peluang kader-kader (lokal/daerah) yang mungkin mereka tak punya uang tapi mau menjadi pemimpin.” Ini mekanisme yang tidak benar, menurutnya.

Sehingga yang daftar itu hanya satu-dua orang, dan rata-rata direktur-direktur, yang secara finansial bagi Wanda secara finansial jauh di atas dirinya. Untuk keputusan partai saja diperlukan dana ratusan juta, belum pendanaan kampanye sekitar Rp 1-2 Milyar. Bila uang yang digunakan tidak benar, ketika orang berinvestasi kepadanya tapi mengahrapkan padanya. “Mendingan tidak usah menanamkan uang ke saya kalau Anda berharap nantinya saya terjebak dalam korupsi dan lain-lain,” jelas Wanda yang pernah menjadi anchor news di MetroTV.

Bahkan para elit pernah melakukan perkelahian antar sesama elit dalam forum. Apa mau ikut-ikutan parlemen di Taiwan dan Korea Selatan yang saling baku hantam? Bodoh sekali!

Saat saya menjadi seorang reporter (magang) di Suratkabar Dalog, kebetulan saya sedang meliput di gedung para elit itu sedang rapat (sekitar tahun 2003), saya mendengar celetukan seorang elit yang mengatakan, “Hei dasar Cina!” kira-kira seperti itu kepada Alvin Lie (seorang elit juga). Rasis! Telah merambah dunia elit. Rasialme yang menurut saya dilandasi karena elit tersebut (saya tidak tahu namanya) tidak bisa (baca: kalah) berbicara/argumen. Sebut saja elit tersebut layaknya binatang yang nafsunya sebesar gunung tapi otak di kepalanya tak lebih besar dari upil di hidung.

Para elit juga bisa disebut bintang bokep (pornografi), begitu ungkap seorang rekan saya. “Bisa jadi ketika di bandara, para petugas bandara melihat ke elit tersebut, ‘ih, ada bintang bokep!’ adalah dapat membuat hukuman bagi elit itu sebab tingkahnya itu telah tersebar di internet yang mendunia.” Najis, perilaku yang mereka pertontonkan. Mereka seharusnya menjadi orang terhormat, namun malah menjadi manusia terlaknat.

Perilaku intelektual para elit dari korupsi, pornografi-cabul, entah apalagi, yang membuat bangsa ini begitu tercoreng-moreng dengan tingkah mereka. Pakaian mereka necis, tapi otak dan pemikiran mereka licik, lebih licik dari ular paling berbisa sekalipun. Mereka plin-plan! Tak punya tujuan bagi perbaikan bangsa ini, rencana saja tidak punya, bagaimana membuat tujuan ke arah lebih baik. Wah, percuma kita menghabiskan dana demi memilih mereka! Kadang saya ingin selalu menyebut mereka, “Setan-Iblis penghisap bak lintah-pacet yang menyedot darah kita hingga mereka kembung dan kepayahan! Kita dijadikan kurus-kering sehingga menjadi keriput dan yang tersisa hanya kulit dan daging. Hah!”

Apa kita perlu melakukan aksi membenturkan kepala mereka supaya mereka sadar dari tindakan dan perilakunya yang tak manusiawi. Nurani milik mereka bisa jadi mereka simpan di peti es, sehingga ketika mereka melakukan tugas tak ubahnya seperti binatang melata yang menjulur-julurkan lidahnya dan mengeluarkan liur beracun yang mematikan bila kita menyentuhnya.

Entah kata-kata (atau makian, bentakan) apa lagi yang dapat membuat mereka berubah, para kaum intelektual. Janganlah jadi setan-setan dan iblis-iblis bagi diri sendiri dan masyarakat serta bangsa-negara ini! Jika tak sanggup hidup baik lebih baik mati saja, gorok leher Anda sendiri, tikam jantung dan ulu hati Anda sehingga tak lagi membuat jengah orang-orang yang ingn memperbaiki kondisi bangsa ini.

Pulang saja segera kalian ke rahmatullah sehingga kalian dapat segera dicambuk, dicungkil matanya, dipotong telinganya dan diremas-remas hati (nurani) Anda agar dapat merasakan bagaimana sakitnya rakyat saat ini oleh perilaku dan kepongahan Anda semua!

Jika ada yang merasa tersinggung dengan tulisan ini berarti Anda adalah orang yang disasar oleh saya. Berarti Anda pelaku utama (aktor) kekisruhan bangsa ini. Anda terdakwa dan terpidana yang harus dipenjara di kerak Bumi seumur hidup. Sudah muak kami (rakyat) melihat para kaum intelektual berlaku seperti binatang, bahkan lebih rendah dari itu. Sadar, dong! Apa menunggu sampai Indonesia ini terkubur lumpur panas seperti di Sidoarjo? Mau ada Tsunami jilid 3 (tiga)? Atau gempa-gempa yang merubuhkan segala apa yang ada? Ingat, Tuhan tak memilih-milah untuk menghancurkan apa yang tidak Ia sukai: Anda di jalur kebenaran maupun kejahatan, Anda pasti terkena murkaNya.

Selamat buat Anda yang sudah pada jalur yang benar! Tetaplah menjadi benar, walau Anda disebut aneh dan gila!

Berantas kebiadaban dan kejahiliyahan (dari hidup manusia) di muka Bumi ini!


* Penulis adalah pemerhati masalah sosial, tinggal di Depok

Komentar

Postingan Populer