Senandung Lara Kalbu*
Bahar D. Dirgantara
Cakrawala Pustaka
SENANDUNG LARA KALBU
Lahir dari sebuah perenungan tentang anak manusia yang sedang mencari arah dari dirinya. Diri yang sedang mencari sebuah cinta di medan penuh dengan peluh yang tak henti mengucur.
Pertarungan dari pelbagai wacana jiwa di dunia yang menyajikan probabilitas yang dapat dipilih. Sungguh, kita dapat merasakan sebuah kejadian yang siapa saja dapat ikut merasakannya. Tak semua terjadi, memang.
Semburan api dan kepulan asap dari kepala penulis dilakukan untuk coba merasakan bagaimana panasnya jiwa yang terpenjara dan tak terungkapkan. Kadang kepala ingin meledak dan terburai isinya menjadi serpihan yang dapat dipilah-pilih untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di kepala kita. Sesungguhnya, apa yang hakiki yang sedang diresapi kepala (akal) untuk mendapatkan keasaan yang memuaskan dan menjadi siraman raga dan ruh.
Dorongan yang terjadi pada penulis adalah natural dan mengalir bak hujan yang mengguyur bumi ketika panas yang teramat (sangat) menyengat baru saja terlewati.
Kerinduan penulis untuk menulis puisi, akhirnya tersalurkan. Ini merupakan paragoresan yang terbaru (2005) dari banyak puisi yang terserak di file PC penulis. Buku ini ditulis tanpa menggunakan halaman, menunjukkan kebebasan setiap lembar isi untuk hinggap di mana saja; di tembok, di baju, di halte bis dan kamar peraduan.
Bahar D. Dirgantara
bahar_dirgantara@yahoo.com
© 2005
© 2008, retitle (mengubah judul)
Hati tak...
Selama itu, selama tahun-tahun itu tak kunjung berjumpa
Semangat tak lekang oleh detik yang terhitung
Lelah dan kepayahan selalu menyerbu
Tegar pun harus ditempuh
Ingin meledak
TERIAK...
Jangan!
Terus bergejolak
Lahar yang mendidih tak kuasa ditahan
Peluh mengucur deras
Mimpi berjumpa tak mengobati
Sampai kapan harus menunggu
Terus...
Kuatkan...
Bila saat tiba,
Tak pernah hilang kesempatan bersamanya
Terjun bebas
Jangan pernah merasa takut!
Aku tak pernah merasa...
Jauh diraih
Tetap di hati
Oh,
Apa lagi ini?
Apakah diri ini telah terjun bebas?
Bebas tanpa sepengetahuanku, untuk memilih sesosok yang...
Ah, begitu indah
Seperti kemilau berlian
Letuskan lara ini
LEDAKkan saja!
Biar terburai...
Oh, dirimu yang nun jauh, dirindu...
Menunggu...
Setiap kisah pasti ada akhir
Tak selama yang dirasakan
Menunggu...
Tak berarti bila itu sebuah pengharapan yang tulus
Dapatkah yang jauh teraih
Usaha datang kala ia telah jauh
Dengan asa yang menggebu
Pertemuan terakhir dengan duka atas dirinya
Tak membuat untuk berani ungkapkan
Peluang yang harus dimengerti
Walau harus lepas
Lelap
Dalam gelap
Suasana hening
Badai itu menerpa, kembali
Liku jalan tajam
Bayangan kembali terlihat
Sulit untuk didekap
Semakin merindu
Jauh teraih
Oh,
Apa yang telah terjadi?
Tersadar untuk segera melangkah
Dan mengambil keputusan:
Apakah dia yang seharusnya di sampingku?
Aura
Harumnya telah membius
Aku tak kuasa menahan asa
Terlalu lama hanya memandang
Berasa untuk segera disambut tangan ini
Tersenyum dirimu
Begitu indah
Membuatku terbang
Ke langit ke tujuh
Jarak
Kadang, terasa berjarak
Namun terasa dekat
Atau hanya aku yang merasa
Tidakkah dirimu?
Riuhnya kebisingan kota, apakah membuatmu lupa
Lupa ketika hari pertama di sekolah
Jangan dilupakan, teruslah dalam ingatan
Sebagai rasa yang pantas terekam
Pandangan
Di depan kelas
Dirimu berbicara
Kupandangi dirimu
Sesekali bertemu pandang, saling tersenyum
Tak pernah aku lupakan, walau sedetik akan dirimu
Cahaya tetap kupegang erat
Auramu tetap lembut kurasa
Untuk menemani mimpi kala lelap
Sanggupkah
Dapatkah dirimu ada di sisiku
Setelah kau tahu kegelapanku
Aku tak memaksa
Hanya ingin tahu
Walau itu tak terwujud
Semoga di Surga tempat kita untuk beradu
Demi sebuah asa yang...
...tak terungkap
Senja menjelang
Usia kita berkurang
Dan...
...semua ini adalah keputusan Segala Maha Kuasa
Selama
Terlukis selalu
Tetap selalu ada
Bayangan yang tak pernah hilang
Memenuhi ruang pikiran
Di sini
Aku mengangkasa
Membiarkanmu lepas di bawah sana
Berlarian tiada henti, dengan tawa riang
Menari
Balerina meliukkan tubuhnya
Suara-suara sendu mengalun
Gelap terasa di sekujur tubuh
Derita yang tak kunjung padam
Tarian itu mengharukan
Kisah sedih kembali terungkap
Mengisi kembali lembaran baru
Hari ini
Pelajaran Cinta
Kau telah mengajarkanku
Tentang bagaimana merindu
Dan pulang membawa peluh hasil
Dari sebuah kasih sayang yang abadi
Jangan berhenti mengajarkanku
Tentang kasih sayang untuknya
Yang hanya bisa berhenti
Bila diri ini terlepas dari ruh
Rasa cinta adalah kasih
Tapi tidak sebaliknya
Kebenaran
Cinta dariNya
Jangan Kau hentikan pelajaran ini untukku
Jangan Biarkan!
Ajarilah aku
Dan jangan biarkan
Setan-setan itu membunuhku
Membunuh cintaku
Pandaikanlah aku
Untuk meraih kepuasan
Dari dahaga yang tiada tara ini
Demi ketulusan yang dinantikan
Tolonglah aku
Membunuh mereka
Mereka yang ingin membunuhku
Membunuh keikhlasanku padaMu
Bagilah
Jangan kau biarkan kesenanganmu untukmu seorang
Berilah aku sedikit kebahagian itu
Marilah kita maju bersama
Bila kau tertunduk menghadapi masalah
Aku pasti ada
Ketika kau pilu
Tak pernah hilang aku
Jika kau merindu
Di sisimu pasti
Saat kau kedinginan
Di hadapanmu, itu aku
Waktu kau terpuruk
Berjalanlah bersamaku untuk merengkuh keabadian
Jangan kau tolak
Kesungguhan ini sangat berarti
Tak pernah luntur
Kepayahan
Pastilah kita pernah merasakannya
Saat kita dikecewakan
Bila mereka menjauhi kita
Dan meninggalkan jauh tanpa pernah kembali
Sabarlah,
Dirimu pasti menemukanku
Dalam setiap detik yang tercurah
Pasti aku hadir
Berdo’alah
Tertunduk
Air mata mengucur
Saat ini kita bertekuk lutut
Dan tersadar bahwa kita adalah lemah
Panjatkanlah
Memohonlah
Merataplah
Merenunglah
Akui bahwa kita salah
Kecerobohan itu membuat tersadar
Jujurlah
Bahwa kita lunglai tanpaNya
Pendek
Sedikit saja
Satu detik
Koma
Stop!
Cinta
Titik
Paku
Bulan itu sebagai pertanda
Atas saling pandang kita
Sebagai saksi
Keterpakuan ini
Adakah saling pandang itu makna tersirat
Entah
Kau telah menebar siratan itu
Tapi aku masih ragu
Atau aku yang membuatmu ragu
Maafkan
Bila kita seperti paku
Yang tak mau lepas dari kayu
Bintangmu
Lagu apa yang kau suka, aku tak tahu
Warnamu aku tak mengenalnya
Sifatmu, aku buta
Hasratmu tak pernah kumengerti
Namun sengatanmu, aku tahu
Sebuah sengatan yang buatku menggigil
Karena aku tahu
Itu sinarmu yang terang
* Judul asli kumpulan puisi ini adalah SEMANGAT LARA KALBU
Cakrawala Pustaka
SENANDUNG LARA KALBU
Lahir dari sebuah perenungan tentang anak manusia yang sedang mencari arah dari dirinya. Diri yang sedang mencari sebuah cinta di medan penuh dengan peluh yang tak henti mengucur.
Pertarungan dari pelbagai wacana jiwa di dunia yang menyajikan probabilitas yang dapat dipilih. Sungguh, kita dapat merasakan sebuah kejadian yang siapa saja dapat ikut merasakannya. Tak semua terjadi, memang.
Semburan api dan kepulan asap dari kepala penulis dilakukan untuk coba merasakan bagaimana panasnya jiwa yang terpenjara dan tak terungkapkan. Kadang kepala ingin meledak dan terburai isinya menjadi serpihan yang dapat dipilah-pilih untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi di kepala kita. Sesungguhnya, apa yang hakiki yang sedang diresapi kepala (akal) untuk mendapatkan keasaan yang memuaskan dan menjadi siraman raga dan ruh.
Dorongan yang terjadi pada penulis adalah natural dan mengalir bak hujan yang mengguyur bumi ketika panas yang teramat (sangat) menyengat baru saja terlewati.
Kerinduan penulis untuk menulis puisi, akhirnya tersalurkan. Ini merupakan paragoresan yang terbaru (2005) dari banyak puisi yang terserak di file PC penulis. Buku ini ditulis tanpa menggunakan halaman, menunjukkan kebebasan setiap lembar isi untuk hinggap di mana saja; di tembok, di baju, di halte bis dan kamar peraduan.
Bahar D. Dirgantara
bahar_dirgantara@yahoo.com
© 2005
© 2008, retitle (mengubah judul)
Hati tak...
Selama itu, selama tahun-tahun itu tak kunjung berjumpa
Semangat tak lekang oleh detik yang terhitung
Lelah dan kepayahan selalu menyerbu
Tegar pun harus ditempuh
Ingin meledak
TERIAK...
Jangan!
Terus bergejolak
Lahar yang mendidih tak kuasa ditahan
Peluh mengucur deras
Mimpi berjumpa tak mengobati
Sampai kapan harus menunggu
Terus...
Kuatkan...
Bila saat tiba,
Tak pernah hilang kesempatan bersamanya
Terjun bebas
Jangan pernah merasa takut!
Aku tak pernah merasa...
Jauh diraih
Tetap di hati
Oh,
Apa lagi ini?
Apakah diri ini telah terjun bebas?
Bebas tanpa sepengetahuanku, untuk memilih sesosok yang...
Ah, begitu indah
Seperti kemilau berlian
Letuskan lara ini
LEDAKkan saja!
Biar terburai...
Oh, dirimu yang nun jauh, dirindu...
Menunggu...
Setiap kisah pasti ada akhir
Tak selama yang dirasakan
Menunggu...
Tak berarti bila itu sebuah pengharapan yang tulus
Dapatkah yang jauh teraih
Usaha datang kala ia telah jauh
Dengan asa yang menggebu
Pertemuan terakhir dengan duka atas dirinya
Tak membuat untuk berani ungkapkan
Peluang yang harus dimengerti
Walau harus lepas
Lelap
Dalam gelap
Suasana hening
Badai itu menerpa, kembali
Liku jalan tajam
Bayangan kembali terlihat
Sulit untuk didekap
Semakin merindu
Jauh teraih
Oh,
Apa yang telah terjadi?
Tersadar untuk segera melangkah
Dan mengambil keputusan:
Apakah dia yang seharusnya di sampingku?
Aura
Harumnya telah membius
Aku tak kuasa menahan asa
Terlalu lama hanya memandang
Berasa untuk segera disambut tangan ini
Tersenyum dirimu
Begitu indah
Membuatku terbang
Ke langit ke tujuh
Jarak
Kadang, terasa berjarak
Namun terasa dekat
Atau hanya aku yang merasa
Tidakkah dirimu?
Riuhnya kebisingan kota, apakah membuatmu lupa
Lupa ketika hari pertama di sekolah
Jangan dilupakan, teruslah dalam ingatan
Sebagai rasa yang pantas terekam
Pandangan
Di depan kelas
Dirimu berbicara
Kupandangi dirimu
Sesekali bertemu pandang, saling tersenyum
Tak pernah aku lupakan, walau sedetik akan dirimu
Cahaya tetap kupegang erat
Auramu tetap lembut kurasa
Untuk menemani mimpi kala lelap
Sanggupkah
Dapatkah dirimu ada di sisiku
Setelah kau tahu kegelapanku
Aku tak memaksa
Hanya ingin tahu
Walau itu tak terwujud
Semoga di Surga tempat kita untuk beradu
Demi sebuah asa yang...
...tak terungkap
Senja menjelang
Usia kita berkurang
Dan...
...semua ini adalah keputusan Segala Maha Kuasa
Selama
Terlukis selalu
Tetap selalu ada
Bayangan yang tak pernah hilang
Memenuhi ruang pikiran
Di sini
Aku mengangkasa
Membiarkanmu lepas di bawah sana
Berlarian tiada henti, dengan tawa riang
Menari
Balerina meliukkan tubuhnya
Suara-suara sendu mengalun
Gelap terasa di sekujur tubuh
Derita yang tak kunjung padam
Tarian itu mengharukan
Kisah sedih kembali terungkap
Mengisi kembali lembaran baru
Hari ini
Pelajaran Cinta
Kau telah mengajarkanku
Tentang bagaimana merindu
Dan pulang membawa peluh hasil
Dari sebuah kasih sayang yang abadi
Jangan berhenti mengajarkanku
Tentang kasih sayang untuknya
Yang hanya bisa berhenti
Bila diri ini terlepas dari ruh
Rasa cinta adalah kasih
Tapi tidak sebaliknya
Kebenaran
Cinta dariNya
Jangan Kau hentikan pelajaran ini untukku
Jangan Biarkan!
Ajarilah aku
Dan jangan biarkan
Setan-setan itu membunuhku
Membunuh cintaku
Pandaikanlah aku
Untuk meraih kepuasan
Dari dahaga yang tiada tara ini
Demi ketulusan yang dinantikan
Tolonglah aku
Membunuh mereka
Mereka yang ingin membunuhku
Membunuh keikhlasanku padaMu
Bagilah
Jangan kau biarkan kesenanganmu untukmu seorang
Berilah aku sedikit kebahagian itu
Marilah kita maju bersama
Bila kau tertunduk menghadapi masalah
Aku pasti ada
Ketika kau pilu
Tak pernah hilang aku
Jika kau merindu
Di sisimu pasti
Saat kau kedinginan
Di hadapanmu, itu aku
Waktu kau terpuruk
Berjalanlah bersamaku untuk merengkuh keabadian
Jangan kau tolak
Kesungguhan ini sangat berarti
Tak pernah luntur
Kepayahan
Pastilah kita pernah merasakannya
Saat kita dikecewakan
Bila mereka menjauhi kita
Dan meninggalkan jauh tanpa pernah kembali
Sabarlah,
Dirimu pasti menemukanku
Dalam setiap detik yang tercurah
Pasti aku hadir
Berdo’alah
Tertunduk
Air mata mengucur
Saat ini kita bertekuk lutut
Dan tersadar bahwa kita adalah lemah
Panjatkanlah
Memohonlah
Merataplah
Merenunglah
Akui bahwa kita salah
Kecerobohan itu membuat tersadar
Jujurlah
Bahwa kita lunglai tanpaNya
Pendek
Sedikit saja
Satu detik
Koma
Stop!
Cinta
Titik
Paku
Bulan itu sebagai pertanda
Atas saling pandang kita
Sebagai saksi
Keterpakuan ini
Adakah saling pandang itu makna tersirat
Entah
Kau telah menebar siratan itu
Tapi aku masih ragu
Atau aku yang membuatmu ragu
Maafkan
Bila kita seperti paku
Yang tak mau lepas dari kayu
Bintangmu
Lagu apa yang kau suka, aku tak tahu
Warnamu aku tak mengenalnya
Sifatmu, aku buta
Hasratmu tak pernah kumengerti
Namun sengatanmu, aku tahu
Sebuah sengatan yang buatku menggigil
Karena aku tahu
Itu sinarmu yang terang
* Judul asli kumpulan puisi ini adalah SEMANGAT LARA KALBU
Komentar